Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Jumat, 29 Mei 2020

PENGERTIAN ASET TAK BERWUJUD ATAU INTANGIBLE ASSET DAN EMPAT METODE PENGUKURANNYA

Sifat dan pengertian aktiva tak berwujud menurut PSAK No. 19 paragraf 12 adalah Aktiva tak berwujud adalah aktiva tidak lancar (non current atau capital asset yang tidak berwujud dan nilainya tergantung pada hak-hak yang dinikmati pemiliknya.. Intangible asset tidak dapat diabaikan oleh perusahaan karena menciptakan cash flow bagi perushaaan di masa yang akan datang.


Menurut Subramanyam dan Wild (2014), aset tak berwujud atau intangible asset merupakan hak, keistimewaan, dan manfaat kepemilikan atau pengendalian.


Intangible asset juga dikenal dengan intellectual capital, intellectual property, atau knowledge capital. Paragraph 09 PSAK menyebutkan beberapa contoh dari intangible asset antara lain ilmu pengetahuan, teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai nilai pasar dan merek dagang (termasuk merek produk), piranti lunak computer, hak paten, hak cipta, film gambar hidup, daftar pelanggan, hak pengusahaan hutan, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan, hak pemasaran, dan pangsa pasar.

Implementasi intangible asset merupakan sesuatu yang masih baru, bukan saja di Indonesia tetapi juga dilingkungan bisnis global. Banyak kesulitan yang timbul dalam mengukur kinerja pemanfaatan intangible asset yaitu nilainya yang sulit diukur. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Guthrie dan Petty (2000) menyimpulkan bahwa tidak adanya framework sistematis yang digunakan dalam pelaporan intangible asset dalam laporan tahunan, dan perusahaan-perusahaan pada umumnya mengungkapkan penilaian terhadap intangible asset secara kualitatif. Penemuan ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan menghadapi kesulitan dalam pengelolaan, pengukuran, dan pelaporan intangible asset. Jenis intangible asset seperti kompetensi karyawan, hubungan dengan pelanggan, model-model baru simulasi, sistem administrasi dan komputer tidak diakui dalam model pelaporan manajemen dan keuangan tradisional. Bahkan dalam prakteknya, beberapa intangible asset seperti pemilikan merek, paten dan goodwill, masih jarang dilaporkan di dalam laporan keuangan (IFA, 1998; IASB, 2004). Faktanya, IAS 38 tentang intangible asset melarang pengakuan merek yang diciptakan secara internal, logo (mastheads), judul publikasi, dan daftar pelanggan (IASB,2004). Alternatif pengukuran intangible asset yang diungkapkan oleh Sveiby (2001) menggunakan empat metode, yaitu:
1.  Direct Intellectual Capital Methods (DIC). Estimasi nilai dolar dari intangible asset dilakukan dengan cara mengidentifikasi komponen-komponen yang bervariasi. Sekali komponen-komponen ini dapat diidentifikasikan, komponen-komponen tersebut langsung dapat dievaluasi baik secara individu maupun sebagai suatu koefisien agregat (aggregated coefficient).

2. Market Capitalization Methods (MCM). Perhitungan terhadap perbedaan antara kapitalisasi pasar perusahaan dengan ekuitas pemegang sahamnya sebagai nilai dari modal intelektual atau intangible asset perusahaan.
3. Return On Assets (ROA). Rata–rata laba sebelum pajak dalam suatu periode dibagi dengan nila aset berwujud. Hasil dari pembagian ini merupakan ROA perusahaan yang dapat dibandingkan dengan rata-rata industri.

4.  Scorecards Methods (SC). Komponen–komponen dari intangible asset atau modal intelektual diidentifikasikan. Dan indikator-indikator yang ada dilaporkan dalam bentuk scorecards atau grafik. Metode Scorecard ini hampir sama dengan metode direct intellectual capital yang mengharapkan tidak ada estimasi yang dibuat dari nilai dolar intangible asset.


Sveiby, Karl Erik. “Intellectual Capital: Thingking Ahead”.  Australian CPA1997,   hal. 18-21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar