BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu
tujuan utama didirikannya perusahaan adalah untuk memiliki nilai perusahaan
yang baik atau tinggi. Nilai perusahaan dapat dicerminkan dalam harga saham
yang beredar di bursa efek. Tingginya nilai perusahaan yang ditunjuukkan dengan
harga saham yang beredar akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya
pada perusahaan karena nilai perusahaan yang tinggi berarti menunjukkan
perusahaan dapat memakmurkan para pemilik saham. Salah satu alternatif yang
digunakan dalam mengukur nilai perusahaan adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Rasio yang dikembangkan
Profesor James Tobin (1967) ini menghitung semua unsur hutang dan modal saham
perusahaan serta seluruh asetnya. Teori Tobin’s
Q secara umum telah diterima sebagai
alat yang dapat diandalkan untuk mengevaluasi tingkat pasar suatu perusahaan. Tobin’s Q mencerminkan ekspektasi pasar
dan relative bebas dari manipulasi manajemen (Lindenberg dan Ross 1981)
Isu
mengenai penurunan harga saham sering menjadi perhatian pera investor.
Berdasarkan laman liputan 6.com/bisnis harga saham dua perusahaan properti grup
Lippo yaitu PT Lippo Karawaci Tbk (LKR) dan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK)
harganya terkoreksi dalam setahun terakhir. Saham dengan kode saham LPKR turun
34,62 % dan saham berkode LPCK turun 31,68 % dalam kurun waktu setahun
terahkir. Dari fenomena penurunan harga saham dapat menjadi pembelajaran dan
pengetahuan bagi investor, bahwa investor tidak selalu mendapatkan return yang diinginkan. Oleh karena itu
penting bagi investor untuk menilai kinerja perusahaan agar terhidar dari rugi
investasi.
Perusahaan
yang memiliki kinerja yang baik dapat dilihat dari jumlah keuntungan perusahaan
yang mana juga berdampak pada meningkatnya harga saham.Dari sudut pandang
investor salah satu indikator penting untuk menilai perkembangan perusahaan di
masa depan adalah dengan melihat rasio profitabilitas perusahaan.
Rasio
profitabilitas menunjukkan efektivitas memperoleh laba yang dihasilkan terhadap
investasi perusahaan. Efisiensi penggunaan dana untuk menghasilkan laba menjadi
daya tarik investor terhadap saham perusahaan karena return yang akan diterima
investor. Jadi, semakin tinggi rasio profitabilitas mengakibatkan semakin baik
pula harga saham perusahaan. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui pengaruh
profitabilitas terhadap harga saham perusahaan dan seberapa besar pengaruhnya.
Rasio profitabilitas yang sering digunakan dalam penelitian dalam menganalisis
perubahan harga saham adalah Return on
Asset (ROA). ROA merupakan perbandingan antara Earning After Tax dengan total aktiva. Semakin tinggi rasio ini
maka akan semakin baik pula produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan
bersih.
ROA
belum secara konsisten mempengaruhi nilai perusahaan yang dilihat dari beberapa
penelitian sebelumnya yang memberikan hasil yang berbeda-beda, sehingga
diindikasikan terdapat faktor profitabilitas yang mengukur pengembalian
investasi atas asset yang dapat lebih efektif dalam mengukur kinerja saham
perusahaan. Sparta (2011) melakukan penelitian mengenai analisis validitas RNOA
(Return On Net Operating Assets) dan
ROA dalam prediksi harga saham pada industri manufaktur. Berdasarhan hasil
penelitan RNOA dan ROA berpengaruh
positif terhadap harga saham. RNOA lebih valid dalam memprediksi harga saham
dibanding ROA karena nilai Std, sum
square residual, dan akaike info
criterion model persamaan RNOA lebih rendah dibandingkan model persamaan
ROA dan Nilai Ajusted R Square RNOA lebih besar dari Adjusted R Square ROA. ROA menghitung imbal hasil dari seluruh
aktivitas bisnis perusahaan sedangkan RNOA hanya menghitung komponen aktivitas
operasi perusahaan, aktivitas operasi perusahaan dianggap sebagai aktivitas
yang bertahan lama bagi perusahaan sehingga lebih relevan untuk menentukan
nilai saham berdasarkan aktivitas operasi perusahaan. Penelitian yang dilakukan
Saputri (2018) dengan judul The Effect of
Profitability, Value, Size, and Managerial Discretion On Disclosure of Stock
Return, yang mana profitabilitas diukur dengan RNOA, menyatakan bahwa RNOA
berpengaruh signifikan terhadap stock
return perusahaan. Hal ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukian oleh Sparta mengenai RNOA. Sektor Property dan Real Estate dipilih
menjadi objek penelitian karena perusahaan-perusahaan pada sektor ini mempunyai
aset operasi yang jumlahnya besar dilihat dari bisnis yang dilakukan oleh
perusahaan yaitu penjualan atau persewaan aset tetap berupa gedung dan
perumahan.
Intangible asset atau aktiva tidak
berwujud memiliki daya tarik tersendiri bagi investor, dan sama bernilainya
dengan aset berwujud yang ada pada perusahaan. Aset tak berwujud memiliki dua
karekteristik umum yaitu tidak terdapat wujud fisik dan tingginya ketidakpastian
masa manfaat. Aset tak berwujud tidak dapat dipisahkan dari suatu perusahaan
karena masa manfaat yang tak terhingga seta mengalami perubahan penilaian yang
besar karena kondisi yang kompetitif. Penelitian menganai aset tak berwujud
yang dilakukan oleh Dewi (2017), Gamayuni (2015), Kurniawan (2017), dan Widiastuti
(2015) menyatakan bahwa variabel aset tak berwujud mempunyai pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Bertentangan dengan Azizah
(2017) yang menyatakan bahwa variabel aset tak berwujud tidak memiliki pengaruh
terhadap nilai perusahaan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Marwa
(2017) menyatakan bahwa Intangible
Asset berpengaruh secara signifikan dengan arah negatif terhadap nilai perusahaan.
Intangible asset merupakan bagian dari
aktiva tidak lancar pada neraca, dan tidak berwujud yang memberikan hak
keekonomian dan hukum kepada pemiliknya seperti hak paten, merek dagang,
waralaba, dan hak cipta intelektual, serta goodwill. Setiawan (2011) dan Barton (2005) menyatakan bahwa
perushaaan, para analisis keuangan, investor, perumus kebijakan akuntansi kini
menaruh perhatian lebih terhadap intangible
asset karena hal ini memiliki pengaruh terhadap nilai buku dengan nilai
pasar suatu perusahaan.
Berdasarkan
laman kompas.com, perdagangan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) Facebook Inc pada Mei 2012 menarik
para investor publik, harga saham facebook melambung mencapai 38 dolar AS atau
setara Rp. 350.000 per lembar saham, jika saham facebook dijual 38 dolar AS per
lembar, maka facebook akan bernilai 14 miliar dolar AS dan menjadi perusahaan
internet dengan nilai tertinggi saat IPO. Ituah fenomena terkini bahwa intangible asset dari perusahaan bisa
memiliki nilai yang jauh melampaui nilai tangible
asset atau aset berwujud dari
perusahaan seperti tanah, bangunan, dan peralatan lainnya. Facebook Inc tidak
memiliki aset tetap yang setara dengan nilai perolehan saham yang
diperdagangkan.
Pada
industri properti aset tak berwujud menunjukkan peran yang penting dan
menentukan nilai perusahaan. Pemegang saham bisa mendapatkan nilai perusahaan
yang jauh lebih tinggi dibandingkan nilai bukunya. Salah satu kekuatan intangible asset dari perusahaan
property yaitu kekuatan merek dari perusahaan. Merek yang baik dari perusahaan
memiliki peluang untuk menetapkan harga yang lebih mahal. Di lokasi yang sama,
dengan konsep yang sama dan kualitas bangunan yang sama, pengembang yang
memiliki merek kuat akan mampu menjual jauh sebelum bangunan didirikan. Pada
laman kompas.com PT Mitra Sindo Sukses sebagai anak perusahaan dari Modernland
Realty berhasil melakukan penjualan dalam waktu singkat untuk Cleon Park
Apartment tahap I dan II. Selama dua hari sebanyak 287 unit apartemen habis
terjual (sold out) dengan nilai
penjualan Rp. 283,6 miliar. Hal diatas merupakan contoh dari bebagai fenomena
perusahaan property yang sukses menjual produk mereka dalam waktu singkat
bahkan sebelum bangunan didirikan.
Penilaian
perusahaan tidak terbatas hanya pada laporan keuangannya saja. Informasi
manajemen risiko perusahaan merupakan informasi yang sangat diperlukan oleh
investor maupun kreditor karena dapat mengurangi adanya asimetri informasi
antara agen dan principal. Kompleksnya risiko yang berasal dari internal
ataupun eksternal perusahaan dapat mengganggu tingkat profitabilitas perusahaan
sehingga perusahaan yang tidak memiliki manajemen risiko yang baik akan
mengalami kesulitan dalam menajalankan usahanya. Hoyt (2008) melakukan
penelitan tentang manajemen risiko perusahaan membuktikan adanya korelasi
positif dan signifikan antara informasi manajemen risiko dengan nilai
perusahaan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Soetedjo
(2018). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Naomi (2017), Koeswara
(2018), Linawati (2016), Pamungkas (2017), Tahrir (2011) membuktikan bahwa
adanya korelasi yang positif tetapi tidak signifikan antara manajemen risiko
dan niai perusahaan
Di
Indonesia, isu tentang pentingnya pengelolaan risiko menjadi perhatian serius,
terutama pada industri perbankan. Hal ini dapat dilihat dengan terbitnya
Peraturan BI Nomor 8/4/PBI/2006 yang diperbarui oleh Peraturan Bank Indonesia
No. 8/14/2006 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance (BI, 2006). Peraturan ini mewajibkan Bank Umum
untuk membentuk Komite Pemantau Risiko, diperkuat lagi oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) melalui Peraturan nomor 18/POJK.03/2016 mewajibkan Bank Umum
untuk membentuk Komite Manajemen Risiko (OJK, 2016), sehingga dapat dipastikan
semua Bank Umum yang ada di Indonesia telah memiliki Komite Manajemen Risiko.
Peraturan tersebut hanya berlaku pada sektor perbankan dan belum menyentuh
sektor industri lainnya, padahal risiko dihadapi pada semua bisnis pada semua
sektor industri.
Perusahaan
pada sektor property dan real estate dipilih karena perusahaan
pada sektor ini memiliki jumlah aset operasi yang besar, terlihat dari jenis
usaha yang dijalankan oleh perusahaan pada sektor ini yaitu persewaan atau
penjualan aset tetap berupa gedung dan bangunan. Peneliti ingin mengetahui
apakah aset operasi yang besar tersebut akan mempengaruhi RNOA terhadap nilai
perusahaan property dan real estate. Yang kedua, perusahaan property dan real estate diproyeksikan menjadi motor pendorong pertumbuhan
ekonomi dan indeks harga saham gabungan. Dengan terdorongnya property dan real estate ,sektor perbankan otomatis terangkat pernyaluran
pinjaman kepada proyek-proyek roperty dan real estate.
Berdasarkan
uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Profitabilitas, Intangible Asset, dan Manajemen Risiko
Terhadap Nilai Perusahaan Property dan
Real Estate yang terdaftar di BEI
Periode 2015-2017”
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
penulis jabarkan diatas, maka pertanyaan penelitian yang hendak diteliti dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah
Return On Operating Asset (RNOA)
memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan perusahaan Property dan Real Estate
yang terdaftar di BEI periode 2015-2017?
2. Apakah
Intangible Asset memiliki pengaruh
terhadap nilai perusahaan perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di
BEI periode 2015-2017?
3. Apakah
Pengungkapan Manajemen Risiko Perusahaan memiliki pengaruh terhadap nilai
perusahaan perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI periode
2015-2017?
C.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui pengaruh Return on Net
Operating Assets (RNOA) terhadap nilai perusahaan perusahaan property dan real estate.
2. Untuk
mengetahui pengaruh intangible asset terhadap
niai perusahaan property dan real estate.
3. Untuk
mengetahui pengaruh pengungkapan manajemen risiko Perusahaan terhadap nilai
perusahaan property dan real estate.
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini
diharapkan memiliki implikasi baik secara teoritis maupun secara praktis.
Implikasi secara teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk
memperkuat literatur dan teori akuntansi yang menyatakan bahwa Profitabilitas
dengan Proksi RNOA, , intangible
asset, dan Manajemen Risiko memberikan sinyal positif terhadap nilai
perusahaan.
Implikasi praktis yang
diharapkan dari penelitian ini diantaranya adalah:
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini dapat menjadi
masukan bagi perusahaan bahwa Imbal
Hasil atas Aset Operasi, intangible asset, dan Manajemen Risiko Bersih sangat diperlukan, dan
dapat digunakan oleh manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan dalam rangka
mengoptimalkan nilai perusahaan.
2.
Bagi
Investor
Hasil penelitian ini dapat digunakan
investor sebagai dasar pengambilan keputusan untuk melakukan investasi pada
perusahaan terkait informasi mengenai Imbal
Hasil atas Aset Operasi, intangible asset, dan Manajemen Risiko perusahaan.
3. Bagi
Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberi masukan terhadap isu tentang pengaruh Imbal Hasil atas Aset Operasi, intangible asset, dan
Manajemen Risiko terhadap nilai perusahaan khususnya pada
perusahaan Property dan Real Estate di Indonesia.
BAB II
KAJIAN TEORITIK
E.
Deskripsi
Konseptual
1. Teori
Sinyal
Menurut Brigham
(2014) sinyal merupakan tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan yang
memberikan petunjuk kepada investor tentang bagaimana manajemen dalam memandang
prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Signalling
Theory menjelaskan perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi
berupa laporan keuangan kepada pihak eksternal (Mujiati dan Dzulqodah,
2016). Teori sinyal muncul karena adanya
permasalahan asimetri informasi antara pihak manajemen dan pihak eksternal. Asymetric
information merupakan informasi yang dimana manajemen memiliki informasi
yang lebih baik dan lebih cepat mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya dan
prospek perusahaan dimasa yang akan datang dibandingkan principal (pemegang
saham atau investor) karena manajemen merupakan pihak internal yang mengelola
perusahaan. Ketika informasi diumumkan para pelaku pasar menganalisis informasi
tersebut sebagai sinyal yang baik ataupun buruk. Menurut Jogiyanto (2012)
asimetri informasi merupakan suatu kondisi dimana satu pihak memiliki informasi
yang lebih dari pada pihak lainnya, hal tersebut akan terihat jika manajemen
tidak secara penuh menyampaikan semua informasi yang diperoleh tentang semua
hal yang dapat memengaruhi perusahaan, maka umumnya pasar akan merespon informasi
tersebut sebagai suatu sinyal yang akan memengaruhi nilai perusahaan.
Profitabilitas
yang tinggi menunjukkan sinyal yang baik, hal ini
sejalan dengan tujuan investor untuk berinvestasi yaitu memperoleh keuntungan
(Meidiawati dan Mildawati, 2016). Berbeda dengan RNOA, ROA kurang tepat bagi
investor untuk menilai perusahaan karena unsur penghitung ROA yaitu penghasilan
usaha atau penghasilan sebelum pajak dapat dimanipulasi oleh manajemen untuk
meminimalkan tarif pajak (Wulandari, 2016). Menurut
Subramanyam (2017:73) dalam buku Analisis Laporan Keuangan, Aktivitas operasi memiliki
dampak paling menentukan dan berlangsung lama terhadap nilai perusahaan.
Berkaitan dengan Signalling theory bahwa kegiatan operasi merupakan kegiatan inti
bisnis yang bertahan lama dibanding kegiatan non operasi perushaan sehingga
imbal hasil atas aset operasi bersih yang tinggi menunjukkan prospek perusahaan
yang baik dimasa depan sehingga dapat menyebabkan nilai perusahaan meningkat.
Intangible
asset yang dihasilkan secara internal oleh perusahaan yang dibuktikan
dengan adanya perbedaan yang signifikan antara nilai pasar perusahaan
dibandingkan dengan nilai bukunya. Aset tidak berwujud diyakini oleh para
peneliti memiliki peran yang penting dalam meningkatkan nilai perusahaan. Intangible
asset berupa merek, inovasi, teknologi baru,
keterampilan dan pengetahuan karyawan sangat menentukan kesuksesan perusahaan
memperoleh laba sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan.
Salah satu bentuk
sinyal tentang kualitas perusahaan adalah mengungkapkan pelaksanaan menajemen
risiko, yang memberikan informasi bahwa perusahaan tersebut lebih baik dalam
segi pengawasan terhadap risiko dibandingkan dengan perusahaan lain (Andarini
dan Indira, 2010). Berdasarkan signalling theory, walaupun belum ada
peraturan yang mewajibkan mengenai penerapan manajemen risiko secara khusus,
tetapi perusahaan dapat menerapkan dan mengungkapkan manajemen risiko secara
sukarela dalam komitmennya dengan harapan dapat meningkatkan reputasi serta
nilai perusahaan.
2. Teori
Stakehoder
Menurut Gitman dan Zutter (2012) stakeholders merupakan kelompok seperti
karyawan, pelanggan, pemasok, kreditur, pemilik, dan lain-lain yang memiliki
hubungan ekonomi langsung ke perusahaan.
Teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan
bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan perusahaan, namun juga
harus memberikan manfaat bagi stakeholder
(Ghozali dan Chariri, 2017). Teori stakeholder
menyatakan bahwa semua stakeholder mempunai
hak memperoleh informasi mengenai aktivitas perusahaan yang dapat memengaruhi
pengambilan keputusan mereka (Deegan, 2004). Para stakeholder memiiki kewenangan untuk memengaruhi manajemen dalam
proses pemanfaatan seluruh potensi dan sumber-sumber ekonomi yang dimiliki oleh
perusahaan. Hal ini karena hanya dengan pengelolaan yang baik dan maksimal atas
seluruh potensi inilah organisasi akan dapat menciptakan nilai tambah untuk
kemudian mendorong kinerja perusahaan dan nilai perusahaan sesuai dengan
keinginan para stakeholder.
Teori stakeholder menyatakan kepentingan tidak
hanya ada pada pemilik atau manajemen perusahaan, namun juga dimiliki oleh para
pemangku kepentingan yang lain yang ikut berkontribusi pada perusahaan. Jensen
(2001) menyatakan bahwa keputusan manajemen harus memperhatikan stakeholder-nya untuk meningkatkan
nilai perusahaan. Perusahaan
akan bereaksi dengan melakukan pengelolaan yang baik dan maksimal atas sumber
ekonomi perusahaan untuk mendorong profitabilitas sesuai dengan harapan para stakeholder. Nilai intangible
asset yang tinggi yang dihasilkan oleh sumber daya perusahaan diharapkan
dapat menjadi keunggulan kompetitif sesuai ekspektasi para stakeholder. Pengungkapan manajemen risiko memberikan informasi
kepada para stakeholder tentang
sejauh mana risiko yang dikelola oleh perusahaan sesuai dengan ekspektasi para stakeholder.
3. Tobin’s Q
Nilai perusahaan merupakan suatu
kondisi perusahaan yang telah dicapai oleh perusahaan yang merupakan gambaran
kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah perusahaan melalui proses
kegiatan selama beberapa tahun (Nugraha, 2013). Salah satu alternatif yang
digunakan dalam mengukur nilai pasar perusahaan adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Rasio Tobin’s Q adalah rasio yang dikembangkan Profesor James Tobin tahun
1967. James Tobin adalah seorang ekonom Amerika yang sukses mendapatkan nobel
dalam bidang ekonomi dengan hipotesisnya, nilai pasar dari suatu perusahaan
seharusnya sama dengan biaya ganti aset perusahaan tersebut sehingga
terciptalah keadaan yang ekuilibrium.
Rasio Tobin’s Q dihitung dengan
membandingkan rasio nilai pasar ekuitas/ market
value of equity (MVE) di tambah nilai buku liabilitas/ book value of liabilities (BVL) dibagi dengan nilai buku aset/book value of assets (BVA). Rasio-q
merupakan ukuran yang lebih teliti tentang seberapa efektif manajemen
memanfaatkan sumber-sumber daya ekonomis dalam kekuasaannya. Tobin’s Q mencerminkan ekspektasi pasar
dan relative bebas dari manipulasi manajerial (Lindenberg dan Ross 1981)
Rumus Tobin’s Q dapat dihitung dengan cara sebagai berikut (Hoyt dan
Liebenberg, 2008) :
Q = MVE + BVL
BVA
Keterangan:
MVE
: closing price saham diakhir tahun dikalikan jumlah saham beredar
BVL
: nilai buku dari total kewajiban
BVA
: nilai buku dari total asset
Menurut Dewi (2014) nilai Tobin’s q
< 1 Menggambarkan bahwa saham dalam kondisi undervalued. Manajemen
telah gagal dalam mengelola aset perusahaan. Potensi pertumbuhan investasi
rendah. Tobin’s q = 1 Menggambarkan bahwa saham dalam kondisi average.
Manajemen stagnan dalam mengelola aset. Potensi pertumbuhan investasi
tidak berkembang. Tobin’s q > 1 Menggambarkan bahwa saham dalam kondisi overvalued.
Manajemen berhasil dalam mengelola aset perusahaan. Potensi pertumbuhan
investasi tinggi.
4. Profitabilitas
Profitabilitas adalah analisis laporan
keuangan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Profitatbilitas memberikan gambaran tentang
efektivitas manajemen dalam menjalankan perusahaan.
Menurut
Subramanyam (2010:53) ukuran
profitabilitas memiliki beberapa keunggulan dibandingkan solvabilitas yang
hanya mengandalkan pada Indikator laporan posisi keuangan (seperti rasio utang
terhadap ekuitas). Ukuran ini juga dapat menyampaikan imbal hasil atas modal
investasi secara efektif dari berbagai perspektif dari kontributor pendanaan
yang berbeda (kreditor dan pemegang saham).
Menurut Sudana (2011:22) rasio profitabilitas adalah pengukuran
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan sumber-sumber
yang dimiliki perusahaan, seperti aktiva, modal, atau penjualan perusahaan.
Rasio profitabilitas
menurut Sudana (2011:22) diantaranya :
a. Return on Assets (ROA)
ROA
= Earning After Taxes
Total
Assets
ROA
menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang
dimiliki untuk menghasilkan laba setelah pajak. Rasio ini penting bagi pihak
manajemen untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi manajemen perusahaan
dalam mengelola seluruh aktiva perusahaan. Semakin besar ROA, berarti semakin
efisien penggunaan aktiva perusahaan atau dengan kata lain dengan jumlah yang
sama bias dihasilkan laba yang lebih besar, dan sebaliknya.
b. Return on Equity (ROE)
ROE
= Earning After Taxes
Total
Equity
ROE
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba setelah pajak dengan
menggunakan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Rasio ini penting bagi
pihak pemegang saham untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pengelolaan
modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan. Semakin tinggi
rasio ini berarti semakin efisien penggunaan modal sendiri yang dilakukan oleh
pihak manajemen perusahaan.
c. Profit Margin Ratio
Rasio
ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan
penjualan yang dicapai perusahaan. Semakin tinggi rasio menunjukkan bahwa
perusahaan semakin efisien dalam menjalankan operasinya. Profit Margin Ratio dibedakan menjadi :
1) Net Profit Margin
NPM
= Earning After Taxes
Sales
Rasio
ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih dari penjualan
yang dilakukan perusahaan.
2) Operating Profit Margin
OPM
= Earning Before Interest and Taxes
Sales
Rasio
ini mengukur kemampuan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dengan
penjualan yang dicapai perusahaan.
3) Gross Profit Margin
GPM
= Gross Profit
Sales
Rasio
ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba kotor dengan
penjualan yang dilakukan perusahaan. Rasio ini menggambarkan efisiensi yang
dicapai oleh bagian produksi.
d. Basic Earning Power
BEP
= Earning Before Interest and Taxes
Total
Assets
Rasio
ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan
pajak dengan menggunakan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Dengan kata
lainj rasio ini mencERMinkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan seluruh
investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan. Semakin tinggi rasio ini
berarti semakin efektif dan efisien pengelolaan seluruh aktiva yang dimiliki
perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak.
Tujuan para investor menanamkan saham pada
perusahaan adalah untuk mendapatkan return,
yang terdiri atas deviden dan capital gain. semakin tinggi kemampuan
untuk memperoleh laba, maka semakin besar return
yang diharapkan investor, sehingga menjadikan nilai perusahaan menjadi
lebih baik. Profitabilitas yang tinggi menunjukkan sinyal yang baik. Nilai
perusahaan yang baik akan memudahkan perusahaan juga dalam mengakses sumber
dana dari pihak kreditor atau dari pihak pasar modal.
a) RNOA
Alternatif lain dalam menilai kinerja perusahaan untuk
memperoleh Profit dengan menggunakan
aset-aset nya selain menggunakan ROA adalah dengan menggunakan Rasio Return On
Net Operating Aset (RNOA). Menurut Sparta (2011) RNOA lebih valid dalam
memberikan ekpektasi terhadap kinerja harga saham dengan tingkat Adjusted R Square lebih tinggi
dibandingkan ROA.
Return on Net Operating Assets
(RNOA) dapat dihitung sebagai berikut :
Net Operating Assets (NOA)
RNOA sendiri merupakan gambaran dari imbal hasil yang
dihasilkan oleh aset bersih operasi perusahaan, sedangkan ROA melihat seluruh
imbal hasil dari aset. Untuk menghasilkan RNOA, kita perlu menentukan tingkat net operating asset (NOA)
yang merupakan nilai aset bersih operasi
perusahaan.
NOA dihitung dengan cara:
NOA = Aset
operasi - Liabilitas operasi
Sedangkan untuk menghitung Aset operasi dan Liabilitas
operasi adalah :
Aset Operasi =
Total Aset – Kas dan Setara Kas
Liabilitas
Operasi = Total Liabilitas – Liabilitas yang dikenakan bunga
Aset operasi dan liabilitas operasi adalah pos yang
dibutuhkan untuk menjalankan bisnis perusahaan. Menurut Subramanyam (2017:73) dalam buku Analisis Laporan Keuangan,
Aktivitas operasi memiliki dampak paling menentukan dan berlangsung lama
terhadap nilai perusahaan.
Banyak perusahaan menginvestasikan kelebihan kas ke dalam
aset keuangan, seperti efek yang dapat diperdagangkan, dan memperoleh imbal
hasil yang biasanya dimasukkan ke dalam laporan laba rugi sebagai penghasilan
lain-lain. Walaupun manajemen atas portofolio investasi yang efektif bersamaan
dengan peminjaman yang bijaksana dapat menghasilkan laba, pendapatan dan beban
non-operasional ini dianggap sebagai tambahan aktivitas operasi inti bisnis. Akibatnya, imbal hasil
investasi dan beban pinjaman tidak
biasanya memiliki efek besar bagi nilai perusahaan.
Aktivitas operasi merupakan aktivitas inti perusahaan.
Aktivitas tersebut meliputi seluruh aktivitas yang dibutuhkan untuk
menghasilkan produk sampai produk itu terjual ke pelanggan. Aktivitas operasi
sangat penting dan perusahaan harus melakukannya dengan baik dalam jangka
panjang untuk bertahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa imbal hasil yang
dihasilkan dari aktivitas operasi lebih relevan untuk mengukur harga saham
perusahaan. Semakin baik imbal hasil atas operasi memiliki sinyal baik bagi
investor bahwa perusahaan menjalankan aktivitas intinya dengan efektif dan
efisien sehingga layak untuk membeli saham perusahaan tersebut. RNOA berbeda dengan ROA dimana ROA termasuk
di dalamnya aset – aset keuangan (nonoperasi).
Net Operating
Profits after Tax (NOPAT) atau laba operasi bersih setelah pajak adalah
laba setelah pajak yang diperoleh dari aset operasi neto. Laba operasi bersih
meliputi pendapatan/penjualan dikurangi harga pokok penjualan, beban operasi
seperti beban penjualan, umum dan administasi, serta pajak penghasilan.
Penjualan dikurangi beban operasi adalah laba operasi. NOPAT diformulasikan oleh subramanyam sebagai berikut:
𝑁𝑂𝑃𝐴𝑇
= (Penjualan – Beban operasi) x
(1 – (Beban pajak /
Laba Sebelum pajak ).
Pos-pos yang tidak termasuk dalam NOPAT meliputi
pendapatan dan beban bunga, pendapatan deviden, keuntungan atau kerugian
investasi non operasi.
5. Intangible Asset
Sifat dan pengertian aktiva tak
berwujud menurut PSAK No. 19 paragraf 12 adalah Aktiva tak berwujud adalah
aktiva tidak lancar (non current atau capital asset yang tidak
berwujud dan nilainya tergantung pada hak-hak yang dinikmati pemiliknya.. Intangible asset tidak dapat diabaikan
oleh perusahaan karena menciptakan cash
flow bagi perushaaan di masa yang akan datang.
Menurut Subramanyam dan Wild (2014),
aset tak berwujud atau intangible asset merupakan hak, keistimewaan, dan
manfaat kepemilikan atau pengendalian.
Intangible
asset juga dikenal dengan intellectual
capital, intellectual property, atau knowledge
capital. Paragraph 09 PSAK
menyebutkan beberapa contoh dari intangible
asset antara lain ilmu pengetahuan, teknologi, desain dan implementasi
sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan
mengenai nilai pasar dan merek dagang (termasuk merek produk), piranti lunak
computer, hak paten, hak cipta, film gambar hidup, daftar pelanggan, hak
pengusahaan hutan, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok atau
pelanggan, hak pemasaran, dan pangsa pasar.
Banyak para
praktisi yang menyatakan bahwa intangible
asset atau intellectual capital terdiri dari tiga elemen utama
(Stewart, 1998; Sveiby, 1997; Saint-Onge, 1996; Bontis, 2000) yaitu:
a) Human
Capital (Modal Manusia)
Human
capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Disinilah
sumber innovation dan improvement, tetapi merupakan komponen yang
sulit untuk diukur. Human capital juga merupakan tempat bersumbernya
pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan kompetensi dalam suatu
organisasi atau perusahaan. Human capital mencerminkan kemampuan
kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan
yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human
capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang
dimiliki oleh karyawannya.
b) Structural
Capital atau Organizational
Capital (Modal Organisasi)
Structural
capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi
proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk
menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara
keseluruhan, misalnya: sistem operasional perusahaan, proses manufakturing,
budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk intellectual property
yang dimiliki perusahaan. Seorang individu dapat memiliki tingkat
intelektualitas yang tinggi, tetapi jika organisasi memiliki sistem dan prosedur
yang buruk maka intellectual capital tidak dapat mencapai kinerja secara
optimal dan potensi yang ada tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
c) Relational
Capital atau Costumer Capital (Modal
Pelanggan)
Elemen
ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai secara nyata. Relational
capital merupakan hubungan yang harmonis/association network yang
dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok
yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas
akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan
dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar. Relational capital
dapat muncul dari berbagai bagian diluar lingkungan perusahaan yang dapat
menambah nilai bagi perusahaan tersebut.
Implementasi
intangible asset merupakan sesuatu
yang masih baru, bukan saja di Indonesia tetapi juga dilingkungan bisnis global.
Banyak kesulitan yang timbul dalam mengukur kinerja pemanfaatan intangible asset yaitu nilainya yang
sulit diukur. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Guthrie dan Petty (2000)
menyimpulkan bahwa tidak adanya framework
sistematis yang digunakan dalam pelaporan intangible asset dalam laporan tahunan, dan perusahaan-perusahaan
pada umumnya mengungkapkan penilaian terhadap intangible asset secara kualitatif. Penemuan ini menunjukkan bahwa
perusahaan-perusahaan menghadapi kesulitan dalam
pengelolaan, pengukuran, dan pelaporan intangible asset. Jenis intangible asset seperti kompetensi
karyawan, hubungan dengan pelanggan, model-model baru simulasi, sistem
administrasi dan komputer tidak diakui dalam model pelaporan manajemen dan
keuangan tradisional. Bahkan dalam prakteknya, beberapa intangible asset seperti pemilikan merek, paten dan goodwill, masih jarang dilaporkan di
dalam laporan keuangan (IFA, 1998; IASB, 2004). Faktanya, IAS 38 tentang intangible asset melarang pengakuan
merek yang diciptakan secara internal, logo (mastheads), judul publikasi, dan daftar pelanggan (IASB,2004).
Alternatif pengukuran intangible asset yang diungkapkan oleh Sveiby (2001)
menggunakan empat metode, yaitu:
a) Direct
Intellectual Capital Methods (DIC). Estimasi nilai dolar dari intangible asset dilakukan dengan cara
mengidentifikasi komponen-komponen yang bervariasi. Sekali komponen-komponen
ini dapat diidentifikasikan, komponen-komponen tersebut langsung dapat
dievaluasi baik secara individu maupun sebagai suatu koefisien agregat (aggregated
coefficient).
b) Market
Capitalization Methods (MCM). Perhitungan terhadap perbedaan antara
kapitalisasi pasar perusahaan dengan ekuitas pemegang sahamnya sebagai nilai
dari modal intelektual atau intangible asset perusahaan.
c) Return
On Assets (ROA). Rata–rata laba sebelum pajak dalam suatu periode dibagi
dengan nila aset berwujud. Hasil dari pembagian ini merupakan ROA perusahaan yang dapat
dibandingkan dengan rata-rata industri.
d) Scorecards
Methods (SC). Komponen–komponen dari intangible
asset atau modal intelektual diidentifikasikan. Dan indikator-indikator
yang ada dilaporkan dalam bentuk scorecards atau grafik. Metode Scorecard
ini hampir sama dengan metode direct intellectual capital yang
mengharapkan tidak ada estimasi yang dibuat dari nilai dolar intangible asset.
Intangible
asset
dalam penelitian ini dihitung menggunakan
Market Capitalization Methods
(MCM) yaitu menghitung
perbedaan antara market value of equity dengan book value of equity.
Sveiby (2001) mengungkapkan bahwa metode MCM dapat digunakan untuk membandingkan
perusahaan yang berada dalam industri yang sama. Metode ini juga sangat tepat
untuk mengilustrasikan nilai keuangan dari intangible
asset perusahaan. Metode ini telah mengalami pembuktian yang cukup lama
dalam bidang akuntansi sehingga mudah dikomunikasikan diantara para praktisi
akuntansi.
Market
value of equity merupakan perkalian antara harga pasar saham penutupan
akhir tahun dengan jumlah saham yang beredar sedangkan book value of equity dihitung dengan harga nominal saham di laporan
keuangan dikalikan dengan jumlah saham beredar. Jadi, semakin mahal harga saham
suatu perusahaan di pasar dan semakin banyak jumlah sahamnya yang beredar
di pasar akan meningkatkan selisih antara market value of equity dengan book
value of equity yang mana akan meningkatkan intangible asset perusahaan.
Rumus intangible asset dapat
ditulis sebagai berikut:
INTANGIBLE ASSET = MARKET
VALUE OF EQUITY - BOOK VALUE OF EQUITY
6. Manajemen
Risiko
Menurut Hery (2015) Risiko adalah
pengaruh dari ketidakpastian (uncertainty)
terhadap sasaran atau tujuan perusahaan. Risiko merupakan unsur yang melekat
dalam kegiatan bisnis suatu perusahaan dan termasuk dalam aktivitas bisnis
(Andono, 2013). Menurut Andono (2013) ada berbagai macam risiko yang dihadapi
oleh perusahaan, diantaranya adalah risiko keuangan, risiko operasional, risiko
strategis, risiko eksternal dan risiko lainnya yang mungkin muncul dalam
menjalankan aktivitas perusahaan.
Menurut Hery (2015) manajemen risiko
adalah upaya terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan
perusahaan terhadap risiko. Manajemen risiko diartikan sebagai proses dimana
perusahaan mengidentifikasi risiko dan mengambil tindakan sebelum serta sesudah
untuk mengontrol deviasi antara toleransi risiko dengan risiko yang dihadapi
(Culp, 2002). Manajemen risiko mengarahkan perusahaan untuk terus berjalan
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh manajemen perusahaan. Penerapan
manajemen risiko juga bertujuan untuk mengidentifikasi risiko perusahaan pada setiap
kegiatan, serta mengukur dan mengatasinya pada level toleransi tertentu
(Meisaroh dan Lucyanda, 2011).
Forum Kustodian Sentral Efek
Indonesia (2008) mendefinisikan Enterprise
Risk Management (ERM) atau Manajemen
Risiko Perusahaan sebagai pendekatan yang komprehensif untuk mengelola
risiko-risiko perusahaan secara menyeluruh, meningkatkan kemampuan perusahaan
untuk mengelola ketidakpastian, meminimalisir ancaman, dan memaksimalkan
peluang. Beasley (2008) mendefinisikan manajemen risiko perusahaan sebagai
proses menganalisis portofolio risiko yang dihadapi perusahaan untuk memastikan
bahwa efek gabungan dari risiko tersebut berada dalam toleransi dapat diterima.
Adanya ERM memungkinkan perusahaan untuk memberikan informasi secara financial
dan nonfinancial kepada pihak luar tentang profil risiko dan juga
berfungsi sebagai sinyal komitmen mereka untuk manajemen risiko (Hoyt dan
Liebenberg, 2008). Dapat disimpulkan bahwa
manajemen risiko perusahaan merupakan suatu strategi yang digunakan
untuk tetap bertahan dalam dunia bisnis yang kompetitif. Pesatnya pertumbuhan
ekonomi menjadikan ERM sebagai bagian
penting perusahaan dalam mempertahankan kinerja dan tingkat profitabilitas
perusahaan. Beberapa peneliti (Beasley, 2008;
Hoyt dan Liebenberg, 2008) menggunakan kehadiran chief risk officer (CRO)
sebagai proxy dari penerapan ERM.
COSO (Committee of Sponsoring
Organization of the Treadway Commission) menerbitkan Enterprise Risk
Management- Integrated Framework yang menggambarkan komponen-komponen penting,
prinsip dan konsep dari manajemen risiko perusahaan untuk seluruh
organisasi, tanpa memandang ukurannya. COSO menyatakan ERM adalah proses yang
dipengaruhi oleh dewan entitas direksi, manajemen, dan personil lainnya,
diterapkan dalam pengaturan strategi di seluruh perusahaan, yang dirancang
untuk mengidentifikasi kejadian potensial yang dapat memengaruhi entitas, dan
mengelola risiko untuk memberikan jaminan mengenai pencapaian tujuan entitas.
Berdasarkan ERM Framework yang dikeluarkan COSO mencakup delapan dimensi
yaitu lingkungan internal, penetapan tujuan, identifikasi kejadian, penilaian
risiko, respon atas risiko, kegiatan pengawasan, informasi dan komunikasi, dan
pemantauan (Desender, 2007). Kedelapan komponen yang disebutkan diatas dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a) Lingkungan
Internal (Internal Environment)
Komponen ini mencerminkan selera perusahaan
terhadap risiko yang dapat memberikan gambaran risiko dan pengendalian yang
harus didasari atau diketahui oleh seluruh jajaran perusahaan. Manajemen
bertanggung jawab dalam menetapkan sikap terhadap risiko kepada seluruh jajaran
dalam perusahaan sebagai guidelines.
b) Penetapan
Tujuan (Objective Settings)
Perusahaan perlu menetapkan tujuan-tujuan
strategis secara luas dan risiko yang dapat diterima. Strategic Objectives mencerminkan
pilihan manajemen mengenai bagaimana perusahaan meningkatkan nilai perusahaan
khususnya bagi pemegang saham. Selanjutnya, perusahaan harus menetapkan juga
risiko yang berkaitan dengan tujuan perusahaan. Kategori objek tersebut, antara
lain:
1) Strategi:
tujuan akhir yang mendukung misi organisasi
2) Operasi:
menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien
3) Laporan
Keuangan
4) Kepatuhan
(compliance): sesuai dengan hukum dan regulasi yang berlaku.
c) Identifikasi
Kejadian (Events Identification)
Mengikuti konsep dari COSO Internal Control,
manajemen harus memiliki proses-proses yang dilakukan untuk mengidentifikasi
kejadian yang mempunyai pengaruh positif maupun negatif terhadap strategi
risiko yang berhubungan. Berdasarkan risiko yang dapat ditoleransi, perusahaan
dapat mempertimbangkan kejadian internal atau eksternal yang dapat menjadi
risiko baru atau malah mengurangi risiko yang ada. Contoh kejadian-kejadian
tersebut antara lain perubahan lingkungan kompetisi dan tren sosial ekonomi.
d) Penilaian Risiko (Risk Assessments)
Pada saat terdapat suatu kejadian yang merupakan suatu
risiko, manajemen perlu mempertimbangkan bagaimana dampak yang dapat
ditimbulkan dari kejadian tersebut terhadap ERM Objectives perusahaan
yang dilihat dari frekuensi dan seberapa besar pengaruh kejadian tersebut.
e) Respon atas Risiko (Risk Responses)
Manajemen harus menetapkan berbagai pilihan tanggapan (response)
terhadap risiko dan mempertimbangkan konsekuensinya melalui intensitas dan
besarnya pengaruh dari kejadian tersebut yang berkaitan dengan toleransi risiko
perusahaan. Tanggapan terhadap risiko yang dapat dilakukan adalah:
1) Menghindari
risiko (avoidance)
2) Mengurangi
risiko (reduction)
3) Membagi
risiko (sharing)
4) Menerima
risiko (acceptance)
Penelaahan terhadap
tanggapan atas risiko dan jaminan keyakinan bahwa beberapa risk responses
diambil dan diimplementasikan merupakan suatu komponen kunci dari suatu ERM
Framework.
f) Kegiatan
Pengawasan (Control Activities)
Kebijakan dan prosedur harus ada untuk meyakinkan bahwa
tanggapan terhadap risiko yang memadai telah dilakukan. Control Activities harus
ada pada setiap level dan fungsi dalam perusahaan, termasuk approval, authorizations,
performance review, safety and security issues, dan segregations of
duties yang memadai.
g) Informasi dan Komunikasi (Information and
Communication)
Informasi atas risiko yang berkaitan dengan perusahaan
baik yang berasal dari pihak luar ataupun pihak internal harus diidentifikasi,
diolah, dan dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang mempunyai kaitan dan
tanggung jawab. Komunikasi yang efektif harus mengalir ke seluruh level
perusahaan dan juga ke pihak-pihak eksternal seperti pelanggan, pemasok,
pemerintah, maupun pemegang saham.
h) Pengawasan (Monitoring)
Prosedur yang terus-menerus dilakukan untuk mengawasi
program ERM dan kualitasnya dari waktu ke waktu.
Penelitian yang dilakukan oleh Desender
(2010) dan Meisaroh (2011) yaitu menggunakan 108 pengungkapan tentang manajemen
risiko sesuai dengan dimensi COSO ERM
Framework (Lihat lampiran 2). Formula yang digunakan untuk menghitung
Indeks ERM adalah :
Indeks ERM = Jumlah Indikator yang diungkapkan
108
Komite Nasional Kebijakan Governance
(2011) memaparkan maksud dan tujuan manajemen risiko sebagai berikut:
a) Mengurangi
kejutan-kejutan yang kurang menyenangkan. Ini dapat diperoleh karena melalui
penerapan manajemen risiko yang baik semua hal yang berakibat pada pencapaian
sasaran perusahaan telah diidentifikasikan sebelumnya dan juga langkah
perlakuan terhadap hal tersebut telah diantisipasi.
b) Meningkatkan
hubungan dengan para pemangku kepentingan menjadi semakin baik. Hal ini
diperoleh karena dalam menerapkan manajemen risiko wajib untuk menemukenali
para pemangku kepentingan dan harapannya. Melalui komunikasi timbal balik yang
cukup intens maka dapat digalang kesamaan persepsi dan kesamaan kepentingan
bersama, dengan demikian dapat diperoleh hubungan yang lebih baik.
c) Meningkatkan
reputasi perusahaan, karena komunikasi yang baik dengan para pemangku
kepentingan, maka mereka mengetahui bahwa perusahaan mampu untuk menangani
risiko-risiko yang dihadapi dengan baik. Akibatnya kepercayaan pelanggan,
pemasok, kreditor, komunitas bisnis serta masyarakat juga meningkat.
d) Meningkatkan
efektifitas dan efisiensi manajemen, karena semua risiko yang dapat menghambat
proses organisasi telah diidentifikasikan dengan baik, maka cara untuk
mengatasi gangguan kelancaran proses organisasi telah diantisipasi sebelumnya,
sehingga bila gangguan tersebut memang terjadi, maka organisasi telah siap
untuk menanganinya dengan baik.
e) Lebih
memberikan jaminan yang wajar atas pencapaian sasaran perusahaan karena
terselenggaranya manajemen yang lebih efektif dan efisien, hubungan dengan
pemangku kepentingan yang semakin membaik, kemampuan menangani risiko
perusahaan yang juga meningkat, termsuk risiko kepatuhan dan hukum.
F.
Hasil
Penelitian Yang Relevan
Sparta
(2011) melakukan penelitian mengenai analisis validitas RNOA dan ROA dalam
prediksi harga saham pada industri manufaktur yang terdaftar di BEI peroide
tahun 2003-2009. Variabel penelitian yang digunakan adalah harga saham sebagai
dependen variabel, sedangkan variabel RNOA, ROA sebagai variabel independen
dengan variabel kontrol adalah DER, DPR, dan EPS. Menggunakan dua buah model
regresi yaitu model RNOA, DER, DPS, EPS dan ROA,DER,DPR, EPS. Menambahkan uji
validitas untuk kedua model regresi tersebut. Populasi yang digunakan adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2003-2009. Sampel yang
digunakan adalah 50 perusahaan. Berdasarhan hasil penelitan RNOA dan ROA berpengaruh positif terhadap
harga saham. RNOA lebih valid dalam memprediksi harga saham dibanding ROA karena
nilai Std, sum square residual, dan akaike info criterion model persamaan
RNOA lebih rendah dibandingkan model persamaan ROA dan Nilai Ajusted R Square RNOA lebih besar dari Adjusted R Square ROA.
Saputri (2018) melakukan penelitian dengan judul The
Effect of Profitability, Value, Size, and Managerial Discretion On Disclosure
of Stock Return. Variabel
Profitabilitas yang diproksi dengan RNOA berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Stock Return, sehingga
dapat dikatakan jika RNOA meningkat maka stock return yang diperoleh investor
akan meningkat.
Dewi
(2017) dalam
penelitiannya yang berjudul, “Pengaruh
Profitabilitas, Aktiva Tidak Berwujud, Ukuran Perusahaan, Dan Struktur Modal
Terhadap Nilai Perusahaan”. Hasil dari penelitian tersebut yaitu Aktiva Tidak
Berwujud berpengaruh signifikan dan positif terhadap Nilai Perusahaan.
Gamayuni (2015) dalam penelitiannya
yang berjudul “The Effect Of Intangible
Asset, Financial Performance
And Financial Policies On The Firm Value”. Hasil dari penelitian tersebut
yaitu Intangible Asset berpengaruh
positif signifikan terhadap Nilai Perusahaan.
Kurniawan (2017) dalam penelitiannya yang berjudul
“Kinerja Keuangan Sebagai Pemediasi Pengaruh Intensitas Research And
Development Dan Aset Tidak Berwujud Pada Nilai Perusahaan”. Hasil dari
penelitian tersebut yaitu Aset Tak Berwujud memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap Nilai Perusahaan.
Fikri (2017) dalam penelitiannya
yang berjudul “ Pengaruh Intangible
Asset, Kinerja Keuangan, Kebijakan Keuangan terhadap Nilai Perusahaan”.
Hasil dari penelitian tersebut yaitu Intangible
Asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan.
Widhiastuti (2015) dalam
penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Return On Asset Dan Intangible
Asset Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Corporate Social Responsibility Sebagai
Variabel Pemoderasi”. Hasil dari penelitian tersebut yaitu Intangible Asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai
Perusahaan.
Azizah
(2017) dalam
penelitiannya yang berjudul “Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Nonkeuangan Yang
Terdaftar Di BEI”, meneliti pengaruh variabel bebas Debt to Asset Ratio,
Ukuran Perusahaan, Return on Asset, Earning per Shares, Asset Tak
Berwujud,Insider Holdings, dan Komite Audit terhadap nilai Tobin’s Q
perusahaan. Hasil
dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa Aset Tak Berwujud tidak berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.
Setijawan (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Aset Tidak Berwujud terhadap Nilai Perusahaan”. Penelitian tersebut menyatakan
bahwa Aset Tidak Berwujud tidak berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.
Marwa (2017) dalam penelitiannya
yang berjudul “Intangible Asset, Profitabilitas, Dan Sustainability
Report Terhadap Nilai Perusahaan”. Hasil dari penelitian tersebut yaitu Intangible
Asset berpengaruh secara signifikan dengan arah negatif terhadap Nilai
Perusahaan.
Hoyt dan Liebenberg (2008) dalam
penelitiannya yang berjudul, “The Value
of Enterprise Risk Management: Evidence from the U.S. Insurance Industry”. ”. Hasil penelitian tersebut yaitu
Manajemen Risiko berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan.
Devi (2017) dalam penelitiannya yang
berjudul, “Pengaruh Enterprise Risk
Management dan Intelectual Capital
Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Nonfinansial Yang Terdaftar Di Bursa
Efek”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel Enterprise Risk Management (ERM)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Adanya
pengungkapan Indikator-Indikator manajemen
risiko menandakan perusahaan lebih serius dalam menangani risiko sehingga akan
meningkatkan kinerja perusahaan.
Soetedjo (2018) dalam penelitiannya
yang berjudul, “Pengaruh Enterprise Risk
Management (ERM) Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa Efek”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
variabel Enterprise Risk Management
(ERM) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Adanya
pengelolaan risiko yang lebih baik pada suatu perusahaan turut menentukan
tingkat kepercayaan investor.
Naomi
(2017) melakukan penelitian mengenai manajemen risiko dengan judul, “Penerapan Manajemen Risiko Perusahaan dan
Nilai Perusahaan di Sektor Konstruksi dan Properti”. Hasil penelitian tersebut
yaitu Penerapan Manajemen Risiko Perusahaan tidak berpengaruh terhadap Nilai
Perusahaan.
Koeswara
(2016) melakukan penelitian mengenai manajemen risiko dengan judul, ”Pengaruh Penerapan Enterprise Risk
Management Terhadap Financial Distress dan Nilai Perusahaan”. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan Enterprise Risk Management (IPERM)
tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Linawati (2016) dalam penelitiannya
yang berjudul, “Pengaruh Penerapan Enterprise Risk Management dan
Variabel Kontrol Terhadap Nilai Perusahaan di Sektor Keuangan”. Hasil dari
penelitian tersebut yaitu ERM tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Pamungkas (2017) dalam penelitiannya
yang berjudul, “Pengaruh Enterprise Risk
Management Disclosure, Intellectual Capital Disclosure Dan Debt To Aset Ratio
Terhadap Nilai Perusahaan”. Hasil dari penelitian tersebut yaitu Enterprise Risk Management Disclosure tidak
berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan.
Tahrir (2011) dalam peneilitian yang
berjudul, “The Relationship Between
Enterprise Risk Management (ERM) And Firm Value: Evidence From Malaysian Public
Listed Companies”. Hasil penelitian tersebut yaitu Manajemen Risiko tidak
berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan walaupun mempunyai arah yang positif.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Objek
dan Ruang Lingkup Penelitian
Objek
dari penelitian ini adalah variabel bebas (independen) yaitu RNOA, intangible asset, dan manajemen risiko
perusahaan terhadap variabel terikat (dependen) yaitu nilai tobin’s q perusahaan property dan real estate. Data untuk penelitian ini adalah data laporan tahunan
perusahaan property dan real estate tahun
2015 – 2017 pada situs www.idx.co.id.
B.
Metode
Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif dengan jenis data sekunder. Dalam penelitian ini
bertujuan untuk menguji variabel bebas atau independen yang terdiri dari RNOA, intangible asset, dan manajemen risiko
perusahaan. Dengan melakukan pengujian terhadap variabel terikat atau dependen
yaitu nilai tobin’s q perusahaan property dan real estate
C.
Populasi
dan Sampel
Populasi
dapat didefinisikan sebagai keseluruhan obyek/ subyek yang menjadi sumber data
penelitian. Sedangkan sampel adalah sebagian dari jumlah populasi. Populasi pada penelitian ini adalah
perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI (Bursa
Efek Indonesia) tahun 2015 sampai dengan 2017. Metode yang digunakan adalah purposive sampling, hal ini digunakan untuk mendapatkan data
yang sesuai dengan kriteria penelitian. Adapun kriteria yang digunakan
untuk memilih sampel adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan
Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI peroide 2015-2017 yang mengeluarkan
dan laporan tahunan (annual report)
secara terus menerus.
2. Perusahaan
Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI peroide 2015-2017 yang tidak
mengalami rugi operasi.
Tabel III.1
Data Sampel Penelitian
1
|
Perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI
selama 2015-2017
|
38
|
2
|
Perusahaan Property dan Real Estate yang mengalami rugi
operasi untuk tahun 2015-2017
|
(5)
|
|
Perusahaan Property dan Real Estate yang tidak mengeluarkan laporan tahunan untuk tahun 2015-2017
|
(5)
|
3
|
Jumlah
|
28
|
4
|
Periode
pengamatan 2015-2017 sehingga didapatkan
|
84
|
Sumber : Data diolah oleh penulis
D.
Teknik
Pengumpulan Data
Peneliti
memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti melalui
buku, jurnal,
skripsi, tesis, internet, dan sumber lain yang relevan dengan judul penelitian.
Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan
data yang telah tersedia dan diolah oleh pihak lain atau jenis data sekunder.
Data sekunder merupakan jenis data yang mngambil data yang telah dupublikasikan oleh pihak lain atau
sumber lain (Suharyadi dan Purwanto, 2008: 23). Pada penelitian ini peneliti
mendapatkan data variabel dari situs www.idx.co.id.
E.
Operasionalisasi
variabel Penelitian
1. Tobin’s Q
a. Definisi
Konseptual
Salah satu alternatif yang digunakan dalam mengukur nilai
pasar perusahaan adalah dengan menggunakan Tobin’s
Q. Rasio Tobin’s Q adalah rasio
yang dikembangkan Profesor James Tobin tahun 1967. James Tobin adalah seorang
ekonom Amerika yang sukses mendapatkan nobel dalam bidang ekonomi dengan
hipotesisnya, nilai pasar dari suatu perusahaan seharusnya sama dengan biaya
ganti aset perusahaan tersebut sehingga terciptalah keadaan yang ekuilibrium. Rasio-q
merupakan ukuran yang lebih teliti tentang seberapa efektif manajemen
memanfaatkan sumber-sumber daya ekonomis dalam kekuasaannya. Tobin’s Q mencerminkan ekspektasi pasar
dan relative bebas dari manipulasi manajerial (Lindenberg dan Ross 1981)
b. Definisi
Operasional
Rumus Tobin’s
Q dapat dihitung dengan cara sebagai berikut (Hoyt dan Liebenberg, 2008):
Q
= MVE
+ BVL
BVA
Keterangan:
MVE : closing price saham
diakhir tahun dikalikan volume saham beredar
perusahaan yang dikeluarkan oleh BEI.
BVL : nilai buku dari total kewajiban perusahaan
yang dikeluarkan oleh
BEI
BVA : nilai buku dari total asset perusahaan yang
dikeluarkan oleh BEI.
2. Return on Net Operating Assets (RNOA)
a. Definisi
Konseptual
Return on Net Operating Assets (RNOA)
merupakan rasio yang menggambarkan imbal hasil dari pemanfaatan asset operasi
oleh manajemen perusahaan sehingga dapat mengukur efektifitas dan efisiensi
manajemen dalam perolehan profit terkait dengan aktivitas operasi yang
dilakukan.
b. Definisi Operasional
RNOA dari laporan keuangan perusahaan yang dikeluarkan
oleh BEI yang dapat dihitung sebagai berikut :
Net
Operating Assets (NOA)/
Untuk menghasilkan RNOA, kita perlu menentukan tingkat net operating asset (NOA)
yang merupakan nilai aset bersih operasi
perusahaan. NOA dihitung dengan cara:
NOA = Aset operasi - Liabilitas
operasi
Sedangkan untuk menghitung Aset operasi dan Liabilitas
operasi adalah :
Aset Operasi = Total Aset – Kas dan Setara Kas
Liabilitas
Operasi = Total Liabilitas – Liabilitas yang dikenakan bunga
Selanjutnya, pembilang dalam rumus RNOA tersebut adalah
NOPAT atau laba operasi bersih setelah pajak. Laba operasi bersih setelah pajak
adalah laba setelah pajak yang diperoleh dari aset operasi neto. Laba operasi
bersih meliputi pendapatan/penjualan dikurangi harga pokok penjualan, beban
operasi seperti beban penjualan, umum dan administasi, serta pajak
penghasilan.Penjualan dikurangi beban operasi adalah laba operasi.
NOPAT
diformulasikan oleh subramanyam sebagai berikut:
𝑁𝑂𝑃𝐴𝑇
= (Penjualan – Beban operasi) x
(1 – (Beban pajak /
Laba Sebelum pajak ).
3. Intangible Asset
a. Definisi
Konseptual
Menurut IAI (2015), Aset tidak berwujud adalah aset non
moneter yang dapat diidentifikasi tanpa wujud fisik. Aset non moneter merupakan
aset yang akan diterima perusahaan dalam bentuk non kas yang jumlahnya tidak
dapat dipastikan.
b. Definisi
Operasional
Intangible asset
dalam penelitian ini dihitung menggunakan
Market Capitalization Methods
(MCM) yaitu menghitung
perbedaan antara market value of equity dengan book value of equity.
Market value of equity merupakan perkalian antara harga pasar saham
penutupan akhir tahun dengan jumlah saham yang beredar sedangkan book value of equity dihitung dengan
harga nominal saham di laporan keuangan dikalikan dengan jumlah saham beredar.
Jadi, semakin mahal harga saham suatu perusahaan di pasar dan semakin banyak
jumlah sahamnya yang beredar di pasar akan meningkatkan selisih antara market
value of equity dengan book value of equity yang mana akan
meningkatkan intangible asset perusahaan.
Rumus intangible asset dapat ditulis sebagai berikut :
Intangible Asset = Market
Value Of Equity - Book Value Of Equity
Keterangan:
Market value of Equity: harga saham penutupan akhir tahun dikalikan
jumlah saham beredar perusahaan yang dikeluarkan oleh BEI.
Book value of equity: nilai nominal saham dikalikan jumlah saham
beredar perusahaan
yang dikeluarkan oleh BEI.
Dalam penelitian ini Intangible
Asset disederhanakan ke dalam bentuk Logaritma (Ln).
Hal ini karena data Intangible Asset memiliki nilai yang besar
dibanding variabel lainnya. Menurut Ghozali (2011) transformasi data data
dilakukan agar terhindar dari data tidak normal selama pengujian.
4. Manajemen
Risiko Perusahaan
a. Definisi
Konseptual
COSO
(2004) menyatakan ERM adalah proses yang dipengaruhi oleh dewan entitas
direksi, manajemen, dan personil lainnya, diterapkan dalam pengaturan strategi
di seluruh perusahaan, yang dirancang untuk mengidentifikasi kejadian potensial
yang dapat mempengaruhi entitas, dan mengelola risiko untuk memberikan jaminan
mengenai pencapaian tujuan entitas.
b. Definisi
Operasional
Dalam penelitian
ini, pengungkapan Manajemen Risiko Perusahaan menggunakan kriteria 108
indikator pengungkapan berdasarkan dimensi COSO ERM Framework yang meliputi delapan dimensi yaitu lingkungan
internal, penetapan tujuan, identifikasi kejadian, penilaian risiko, respon atas risiko,
kegiatan pengawasan, informasi dan komunikasi, dan pemantauan. Sesuai dengan
penelitian Desender (2010) dan Meisaroh (2011), formula yang digunakan untuk
menghitung Indeks ERM adalah :
Indeks ERM = Jumlah indikator yang
diungkapkan
108
Penghitungan
indikator-indikator menggunakan
pendekatan dikotomi yaitu setiap indikator ERM yang diungkapkan diberi nilai 1,
dan nilai 0 apabila tidak diungkapkan. Setiap indikator akan dijumlahkan untuk
memperoleh keseluruhan indeks ERM dari masing-masing perusahaan dengan
menghitung jumlah pengungkapan dan dibagi dengan total indikator pengungkapan sebanyak 108 indikator. Informasi mengenai pengungkapan ERM
diperoleh dari laporan tahunan perusahaan yang dipublikasikan oleh perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar