Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Kamis, 17 September 2020

LOCUS OF CONTROL INTERNAL DAN LOCUS OF CONTROL EKSTERNAL ( SERTA KUESIONER ATAU INDIKATOR PENGUKURAN)

Salah satu karakteristik personal yang membedakan individu yang satu dengan individu yang lain adalah pusat kendali yang biasa disebut locus of control. Locus of control adalah konsep yang dikembangkan oleh Julian B. Rotter dimana diungkapkan bahwa setiap individu membangun ekspektasi tentang kesuksesan mereka yang bergantung atas tingkah laku atau pada hal yang di luar diri mereka (Alkautsar, 2014)

Locus of control internal mencerminkan tingkat keyakinan bahwa peristiwa baik dan buruk yang terjadi diakibatkan oleh tindakannya sendiri. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki locus of control internal dapat mengendalikan atau mengontrol suatu peristiwa. Dikemukan oleh Spector (1982) dalam Gibson, et al, (2013), ”individu yang memiliki locus of control internal cenderung menghubungkan hasil atau outcome dengan usaha-usaha mereka atau mereka percaya bahwa kejadian-kejadian adalah dibawah pengendalian atau kontrol mereka dan mereka memiliki komitmen terhadap tujuan organisasi yang lebih besar. Untuk mengukur locus of control internal menggunakan pertanyaan/ kuesioner/ indikator yang diukur dengan skala likert sebagai berikut:

1) Segala yang dicapai individu hasil dari usaha sendiri

2) Menjadi pimpinan karena kemampuan sendiri

3) Keberhasilan individu karena kerja keras

4) Segala yang diperoleh individu bukan karena keberuntungan namun kemampuan individu dalam menentukan kejadian dalam hidup

5) Kehidupan individu ditentukan oleh tindakannya

6) Kegagalan yang dialami individu akibat perbuatan sendiri

Ida dan Dwinta (2010) mendefinisikan locus of control eksternal sebagai kepribadian pengendalian eksternal adalah keyakinan seseorang bahwa apa yang terjadi padanya dikendalikan oleh kekuatan dari luar seperti, keberuntungan dan nasib. Apabila individu dengan locus of control eksternal mengalami kegagalan, maka mereka cenderung menyalahkan lingkungan sekitar yang menjadi penyebabnya. Locus of control Eksternal: Persepsi atau pandangan individu terhadap sumber-sumber diluar dirinya yang mengontrol kejadian hidupnya, seperti nasib, keberuntungan, kekuasaan atasan, dan lingkungan sekitar.Untuk mengukur locus of control eksternal menggunakan pertanyaan/ kuesioner/ indikator yang diukur dengan skala likert sebagai berikut:

1) Kegagalan yang dialami individu karena ketidakmujuran

2) Perencanaan jauh ke depan pekerjaan yang sia-sia

3) Kejadian yang dialami dalam hidup ditentukan oleh orang yang berkuasa

4) Kesuksesan individu karena faktor nasib


Kamis, 04 Juni 2020

ANALISIS KASUS ENRON



Data / Indentitas Film

Judul Film : ENRON TIMELINE https://www.youtube.com/watch?v=ketwlV2hNtE

Mengenai : Praktek Kecurangan Laporan Keuangan yang dilakukan ENRON

Pendiri Enron      : Kenneth Lay
Didirikan              : Omaha, Nebraska, 1985
Kantor Pusat       : Houston, Texas, AS

Pendahuluan
Pada Tahun 1985 bulan juli Houston Natural Gas melakukan merger dengan Perusahaan InterNorth untuk menjadikan perusahaan bernama Enron, setahun kemudian Kenneth Lay menjadi CEO nya. Enron memulai bisnis komoditas gas alam pada tahun 1989.

Pembahasan
Tahun 1997 - Fastow (CFO Enron) memulai langkah awal kecurangan untuk menyembunyikan hutang dan menaikan nilai keuntungan enron.
Tahun 2000 - nilai saham enron mencapai harga puncaknya senilai $90, Enron Mengklaim keuntungan sebesar $101 milyar dan menjadi perusahaan energi terbesar keenam di dunia.
 Kejatuhan Enron :
Tahun 2001 – terjadi $1,2 milyar penurunan ekuitas shareholder. Enron mengumumkan kerugian $638 juta dalam laporan keuangan triwulannya. Terbongkarnya nilai utang sebesar $690 juta lalu saham enron turun sangat tajam menjadi hanya $1 per lembar. Kemudian enron menjadi bangkrut, ribuan pekerja enron kehilangan pekerjaannya karena kebangkrutan enron.
Tahun 2002 – Departemen Hukum memulai investigasi tindakan pidana pada enron. KAP Arthur Andersen sebagai kantor akuntan enron menghilangkan dan merusak semua file enron. Kantor Akuntan Arthur Andersen didakwa melawan hukum karena menghancurkan dokumen dokumen yang berkaitan dengan pengauditan enron, dan menutup-nutupi kerugian jutaan dollar atas kasus enron. Hasil keputusan hukum secara efektif menyebabkan kebangkrutan global dari bisnis Arthur Andersen. Kantor-kantor koleganya di seluruh dunia yang berada di bawah bendera Arthur Andersen seluruhnya dijual dan kebanyakan menjadi anggota kantor akuntan internasional lainnya. Bankrutnya KAP Arthur Andersen meninggalkan hanya empat kantor akuntan internasional di seluruh dunia.

Keterkaitan kasus enron dengan kode etik
Enron dan kantor akuntan publiknya telah melakukan pelanggaran kode etik professional karena telah melakukan kecurangan dengan memanipulasi laporan keuangan sehingga merugikan berbagai pihak baik pihak eksternal maupun pihak internal. Enron telah melanggar etika dalam bisnis karena telah menutup- nutupi jumlah hutang sehingga menaikan nilai keuntungan perusahaan dengan tujuan menaikan harga saham yang akan menarik minat para investor. Arthur Andersen sebagai salah satu dari lima kantor akuntan terbesar di dunia dengan sangat memalukan melanggar kode etik auditor. Arthur Andersen tidak independen dalam melakukan auditnya dengan melakukan manipulasi laporan keuangan dan merusak bukti-bukti terkait laporan audit enron.

Penutup
Pihak enron dan KAP Arthur Andersen telah merugikan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap kasus mereka. Para pekerja enron banyak yang dipecat, pemegang saham banyak yang rugi, para pensiunan telah kehilangan uang jaminan pension mereka, dan bursa saham menjadi lesu karena para investor merasa trauma atas kejadian tersebut serta para kreditur enron mengalami goncangan keuangan karena bangkrutnya enron. Sebagai prinsip KAP yang independen dan professional tidak dijalankan oleh Arthur Andersen menyebabkan kurang percayanya masyarakat dan banyak pekerja KAP tersebut kehilangan pekerjaan dan kesulitan dalam mencari pekerjaan lainnya. Pemerintah sebagai regulator dan ikatan akuntansi seharusnya menjadikan kasus enron sebagai pelajaran dan menerapkan peraturan-peraturan yang baru dan efektif untuk mencegah terjadinya kecurangan-kecurangan yang merugikan banyak pihak di kemudian hari.


Jumat, 29 Mei 2020

KELEBIHAN RNOA (RETURN ON NET OPERATING ASSET) DIBANDINGKAN DENGAN ROA (RETURN ON ASSET)

Profitabilitas adalah analisis laporan keuangan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Profitatbilitas memberikan gambaran tentang efektivitas manajemen dalam menjalankan perusahaan.

ROA menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba setelah pajak. Rasio ini penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva perusahaan.

Rumus ROA adalah = Earning After Taxes / Total Assets

Alternatif lain dalam menilai kinerja perusahaan untuk memperoleh laba dengan menggunakan aset-aset nya selain menggunakan ROA adalah dengan menggunakan Rasio Return On Net Operating Aset (RNOA)

RNOA sendiri merupakan gambaran dari imbal hasil yang dihasilkan oleh aset bersih operasi perusahaan, sedangkan ROA melihat seluruh imbal hasil dari aset. Untuk menghasilkan RNOA, kita perlu menentukan tingkat net operating asset (NOA) yang merupakan nilai aset bersih operasi perusahaan.

Aset operasi dan liabilitas operasi adalah pos yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis perusahaan. Menurut Subramanyam (2017:73) dalam buku Analisis Laporan Keuangan, Aktivitas operasi memiliki dampak paling menentukan dan berlangsung lama terhadap nilai perusahaan.

Banyak perusahaan menginvestasikan kelebihan kas ke dalam aset keuangan, seperti efek yang dapat diperdagangkan, dan memperoleh imbal hasil yang biasanya dimasukkan ke dalam laporan laba rugi sebagai penghasilan lain-lain. Walaupun manajemen atas portofolio investasi yang efektif bersamaan dengan peminjaman yang bijaksana dapat menghasilkan laba, pendapatan dan beban non-operasional ini dianggap sebagai tambahan aktivitas operasi inti bisnis.

Aktivitas operasi merupakan aktivitas inti perusahaan. Aktivitas tersebut meliputi seluruh aktivitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk sampai produk itu terjual ke pelanggan. Aktivitas operasi sangat penting dan perusahaan harus melakukannya dengan baik dalam jangka panjang untuk bertahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa imbal hasil yang dihasilkan dari aktivitas operasi lebih relevan untuk mengukur kinerja perusahaan. Semakin baik imbal hasil atas operasi memiliki sinyal baik bagi investor bahwa perusahaan menjalankan aktivitas intinya dengan efektif dan efisien. 


RNOA dari laporan keuangan perusahaan dapat dihitung sebagai berikut Subramanyam (2017) dan Sparta (2011) :


RNOA = Net Operating Profit Aftrer Taxes (NOPAT) / Net Operating Assets (NOA)

Untuk menghasilkan RNOA, kita perlu menentukan tingkat net operating asset (NOA) yang merupakan nilai aset bersih operasi perusahaan. NOA dihitung dengan cara:

NOA = Aset operasi - Liabilitas operasi

Sedangkan untuk menghitung Aset operasi dan Liabilitas operasi adalah :
Aset Operasi                = Total Aset – Kas dan Setara Kas
Liabilitas Operasi = Total Liabilitas – Liabilitas  yang dikenakan bunga(hutang bank dan obligasi)

Selanjutnya, pembilang dalam rumus RNOA tersebut adalah NOPAT atau laba operasi bersih setelah pajak. Laba operasi bersih setelah pajak adalah laba setelah pajak yang diperoleh dari aset operasi neto. Laba operasi bersih meliputi pendapatan/penjualan dikurangi harga pokok penjualan, beban operasi seperti beban penjualan, umum dan administasi, serta pajak penghasilan.Penjualan dikurangi beban operasi adalah laba operasi. 
NOPAT diformulasikan oleh subramanyam sebagai berikut:
NOPAT= (Penjualan – Beban operasi) x (1 – (Beban pajak / Laba Sebelum pajak ).


Subramanyam. Analisis Laporan Keuangan Edisi 11 Buku 2. Jakarta: Salemba Empat,  2017.


RASIO RNOA / RETURN ON NET OPERATING ASSETS / RASIO IMBAL HASIL ATAS ASET OPERASI BERSIH

Profitabilitas yang tinggi menunjukkan sinyal yang baik, hal ini sejalan dengan tujuan investor untuk berinvestasi yaitu memperoleh keuntungan (Meidiawati dan Mildawati, 2016). Berbeda dengan RNOA, ROA kurang tepat bagi investor untuk menilai perusahaan karena unsur penghitung ROA yaitu penghasilan usaha atau penghasilan sebelum pajak dapat dimanipulasi oleh manajemen untuk meminimalkan tarif pajak (Wulandari, 2016). Menurut Subramanyam (2017:73) dalam buku Analisis Laporan Keuangan, Aktivitas operasi memiliki dampak paling menentukan dan berlangsung lama terhadap nilai perusahaan. Berkaitan dengan Signalling theory bahwa kegiatan operasi merupakan kegiatan inti bisnis yang bertahan lama dibanding kegiatan non operasi perusahaan sehingga imbal hasil atas aset operasi bersih yang tinggi menunjukkan prospek perusahaan yang baik dimasa depan sehingga dapat menyebabkan nilai perusahaan meningkat.

RNOA dari laporan keuangan perusahaan dapat dihitung sebagai berikut Subramanyam (2017) dan Sparta (2011) :

RNOA = Net Operating Profit Aftrer Taxes (NOPAT) / Net Operating Assets (NOA)

Untuk menghasilkan RNOA, kita perlu menentukan tingkat net operating asset (NOA) yang merupakan nilai aset bersih operasi perusahaan. NOA dihitung dengan cara:

NOA = Aset operasi - Liabilitas operasi

Sedangkan untuk menghitung Aset operasi dan Liabilitas operasi adalah :

Aset Operasi   = Total Aset – Kas dan Setara Kas
Liabilitas Operasi = Total Liabilitas – Liabilitas  yang dikenakan bunga(hutang bank dan obligasi)

Selanjutnya, pembilang dalam rumus RNOA tersebut adalah NOPAT atau laba operasi bersih setelah pajak. Laba operasi bersih setelah pajak adalah laba setelah pajak yang diperoleh dari aset operasi neto. Laba operasi bersih meliputi pendapatan/penjualan dikurangi harga pokok penjualan, beban operasi seperti beban penjualan, umum dan administasi, serta pajak penghasilan.Penjualan dikurangi beban operasi adalah laba operasi. 

NOPAT diformulasikan sebagai berikut:

NOPAT= (Penjualan – Beban operasi) x (1 – (Beban pajak / Laba Sebelum pajak ).



Meidawati, K., dan Mildawati. “Pengaruh Size, Growt h, Profitabilitas, Struktur Modal, Kebijakan Deviden Terhadap Nilai Perusahaan”. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, 2016, 5, hal. 1-16.

Subramanyam. Analisis Laporan Keuangan Edisi 11 Buku 2. Jakarta: Salemba Empat,  2017.

Sparta, ”Analisis Validitas Return on Net Operatong  Asset dan Return on Asset dalam prediksi harga saham pada industri manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2003-2009 ”,  Jurnal Keuangan dan Perbankan. Juni 2011, 5, hal 20-35.

PENGERTIAN ASET TAK BERWUJUD ATAU INTANGIBLE ASSET DAN EMPAT METODE PENGUKURANNYA

Sifat dan pengertian aktiva tak berwujud menurut PSAK No. 19 paragraf 12 adalah Aktiva tak berwujud adalah aktiva tidak lancar (non current atau capital asset yang tidak berwujud dan nilainya tergantung pada hak-hak yang dinikmati pemiliknya.. Intangible asset tidak dapat diabaikan oleh perusahaan karena menciptakan cash flow bagi perushaaan di masa yang akan datang.


Menurut Subramanyam dan Wild (2014), aset tak berwujud atau intangible asset merupakan hak, keistimewaan, dan manfaat kepemilikan atau pengendalian.


Intangible asset juga dikenal dengan intellectual capital, intellectual property, atau knowledge capital. Paragraph 09 PSAK menyebutkan beberapa contoh dari intangible asset antara lain ilmu pengetahuan, teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai nilai pasar dan merek dagang (termasuk merek produk), piranti lunak computer, hak paten, hak cipta, film gambar hidup, daftar pelanggan, hak pengusahaan hutan, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan, hak pemasaran, dan pangsa pasar.

Implementasi intangible asset merupakan sesuatu yang masih baru, bukan saja di Indonesia tetapi juga dilingkungan bisnis global. Banyak kesulitan yang timbul dalam mengukur kinerja pemanfaatan intangible asset yaitu nilainya yang sulit diukur. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Guthrie dan Petty (2000) menyimpulkan bahwa tidak adanya framework sistematis yang digunakan dalam pelaporan intangible asset dalam laporan tahunan, dan perusahaan-perusahaan pada umumnya mengungkapkan penilaian terhadap intangible asset secara kualitatif. Penemuan ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan menghadapi kesulitan dalam pengelolaan, pengukuran, dan pelaporan intangible asset. Jenis intangible asset seperti kompetensi karyawan, hubungan dengan pelanggan, model-model baru simulasi, sistem administrasi dan komputer tidak diakui dalam model pelaporan manajemen dan keuangan tradisional. Bahkan dalam prakteknya, beberapa intangible asset seperti pemilikan merek, paten dan goodwill, masih jarang dilaporkan di dalam laporan keuangan (IFA, 1998; IASB, 2004). Faktanya, IAS 38 tentang intangible asset melarang pengakuan merek yang diciptakan secara internal, logo (mastheads), judul publikasi, dan daftar pelanggan (IASB,2004). Alternatif pengukuran intangible asset yang diungkapkan oleh Sveiby (2001) menggunakan empat metode, yaitu:
1.  Direct Intellectual Capital Methods (DIC). Estimasi nilai dolar dari intangible asset dilakukan dengan cara mengidentifikasi komponen-komponen yang bervariasi. Sekali komponen-komponen ini dapat diidentifikasikan, komponen-komponen tersebut langsung dapat dievaluasi baik secara individu maupun sebagai suatu koefisien agregat (aggregated coefficient).

2. Market Capitalization Methods (MCM). Perhitungan terhadap perbedaan antara kapitalisasi pasar perusahaan dengan ekuitas pemegang sahamnya sebagai nilai dari modal intelektual atau intangible asset perusahaan.
3. Return On Assets (ROA). Rata–rata laba sebelum pajak dalam suatu periode dibagi dengan nila aset berwujud. Hasil dari pembagian ini merupakan ROA perusahaan yang dapat dibandingkan dengan rata-rata industri.

4.  Scorecards Methods (SC). Komponen–komponen dari intangible asset atau modal intelektual diidentifikasikan. Dan indikator-indikator yang ada dilaporkan dalam bentuk scorecards atau grafik. Metode Scorecard ini hampir sama dengan metode direct intellectual capital yang mengharapkan tidak ada estimasi yang dibuat dari nilai dolar intangible asset.


Sveiby, Karl Erik. “Intellectual Capital: Thingking Ahead”.  Australian CPA1997,   hal. 18-21.